Kasus
Lapindo Adalah Kejahatan
Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia menyatakan lumpur Lapindo yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo,
Jawa Timur, merupakan pelanggaran hak asasi manusia sehingga masuk kategori
kejahatan. Keputusan tersebut diambil melalui rapat paripurna Komnas HAM.
"Kami meminta temuan tim investigasi Komnas HAM digunakan untuk penyidikan lebih lanjut oleh kepolisian," kata Wakil Ketua Komnas HAM, Nur Kholis, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa,14Agustus2012.
Sebelumnya Kepolisian Jawa Timur memang telah menyidik kasus tersebut. Namun kemudian dijatuhi Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) karena pengadilan memutuskan bencana Lapindo sebagai bencana alam, bukan kejahatan.
Oleh karena itu, Komnas meminta korporasi bertanggung jawab penuh dalam menyelesaikan kasus lumpur Lapindo. "PT Lapindo Brantas harus melakukan ganti rugi ada seluruh korban, tanpa kecuali," kata Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim. Pihaknya menilai pemerintah tak wajib menanggung beban kerugian karena kasus Lapindo merupakan kejahatan, bukan bencana alam.
Adapun pihak yang turut bertanggung jawab bukan hanya PT Lapindo Brantas. BP Migas dan Bupati Sidoarjo juga turut andil karena memberikan izin eksplorasi di kawasan yang tak diperuntukkan menjadi kawasan pertambangan berdasarkan Peraturan Daerah Sidoarjo Nomor 16 Tahun 2003 tentang rencana tata ruang wilayah Sidoarjo 2003-2013.
"Perusahaan yang memiliki participating interest di Blok Brantas seperti PT Medco Energi E&P dan Santos juga harus menanggung kerugian," katanya. Pasalnya, PT Lapindo Brantas tak hanya menangani proyek ini sendirian, terdapat beberapa perusahaan subkontraktor yang turut menangani kasus.
Investigasi yang dilakukan Komnas HAM sejak 2009 menemukan 15 kategori pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus lumpur Lapindo. Pelanggaran itu adalah pelanggaran hak untuk hidup karena adanya korban meninggal dunia, pelanggaran hak atas informasi karena rencana kegiatan eksplorasi minyak dan gas di sana tak diketahui masyarakat, hak atas rasa aman karena ancaman runtuhnya tanggul lumpur, hak mengembangkan diri, hak atas perumahan karena tenggelamnya tempat tinggal 11.974 jiwa.
Komnas juga menyatakan pengungsi lumpur Lapindo tak mendapat hak atas pangan dan kesehatan. Hak atas pekerjaan dan hak pekerja pun terlanggar karena lumpuhnya perekonomian di Sidoarjo. Hak atas pendidikan pun terlanggar karena rusaknya 33 sekolah sehingga 1774 siswa kesulitan bersekolah.
Selain itu, yang turut dilanggar adalah hak berkeluarga dan berketurunan, hak milik, hak atas jaminan sosial, hak para pengungsi, dan hak kelompok rentan, seperti perempuan hamil dan menyusui, penyandang cacat, lansia, anak, dan perempuan.
"Kami meminta temuan tim investigasi Komnas HAM digunakan untuk penyidikan lebih lanjut oleh kepolisian," kata Wakil Ketua Komnas HAM, Nur Kholis, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa,14Agustus2012.
Sebelumnya Kepolisian Jawa Timur memang telah menyidik kasus tersebut. Namun kemudian dijatuhi Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) karena pengadilan memutuskan bencana Lapindo sebagai bencana alam, bukan kejahatan.
Oleh karena itu, Komnas meminta korporasi bertanggung jawab penuh dalam menyelesaikan kasus lumpur Lapindo. "PT Lapindo Brantas harus melakukan ganti rugi ada seluruh korban, tanpa kecuali," kata Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim. Pihaknya menilai pemerintah tak wajib menanggung beban kerugian karena kasus Lapindo merupakan kejahatan, bukan bencana alam.
Adapun pihak yang turut bertanggung jawab bukan hanya PT Lapindo Brantas. BP Migas dan Bupati Sidoarjo juga turut andil karena memberikan izin eksplorasi di kawasan yang tak diperuntukkan menjadi kawasan pertambangan berdasarkan Peraturan Daerah Sidoarjo Nomor 16 Tahun 2003 tentang rencana tata ruang wilayah Sidoarjo 2003-2013.
"Perusahaan yang memiliki participating interest di Blok Brantas seperti PT Medco Energi E&P dan Santos juga harus menanggung kerugian," katanya. Pasalnya, PT Lapindo Brantas tak hanya menangani proyek ini sendirian, terdapat beberapa perusahaan subkontraktor yang turut menangani kasus.
Investigasi yang dilakukan Komnas HAM sejak 2009 menemukan 15 kategori pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus lumpur Lapindo. Pelanggaran itu adalah pelanggaran hak untuk hidup karena adanya korban meninggal dunia, pelanggaran hak atas informasi karena rencana kegiatan eksplorasi minyak dan gas di sana tak diketahui masyarakat, hak atas rasa aman karena ancaman runtuhnya tanggul lumpur, hak mengembangkan diri, hak atas perumahan karena tenggelamnya tempat tinggal 11.974 jiwa.
Komnas juga menyatakan pengungsi lumpur Lapindo tak mendapat hak atas pangan dan kesehatan. Hak atas pekerjaan dan hak pekerja pun terlanggar karena lumpuhnya perekonomian di Sidoarjo. Hak atas pendidikan pun terlanggar karena rusaknya 33 sekolah sehingga 1774 siswa kesulitan bersekolah.
Selain itu, yang turut dilanggar adalah hak berkeluarga dan berketurunan, hak milik, hak atas jaminan sosial, hak para pengungsi, dan hak kelompok rentan, seperti perempuan hamil dan menyusui, penyandang cacat, lansia, anak, dan perempuan.
Analisis: kurang lebih
sudah 6 tahun kasus lumpur lapindo yaitu pada tanggal 26 mei 2006 tidak
teratasi, sudah banyak sekali korban yang meninggal atau yang selamat dari
kasus lumpur lapindo khususnya bagi masyarakat di sidoarjo jawa timur. Banyak sekali
warga sidoarjo yang mengalami kerugian yang luar biasa dari mulai tempat
tinggal mereka yang tenggelam karena semburan lumpur yang terus menerus melebar
hingga saat ini, lahan pertanian mereka, lahan industri mereka dan tempat
mereka mengenyam pendidikan dan masih banyak lagi. Sejak terjadinya kasus
lumpur lapindo ini, masyarakat sidoarjo tidak mempunyai rumah tempat tinggal
mereka, tidak punya pekerjaan untuk mata pencarian mereka, tidak bisa
bersekolah seperti dahulu dan tidak mempunyai lahan pertanian sebagai mata
pencarian mereka untuk sehari – hari. Dan sampai sekarang ribuan masyarakat
sidoarjo yang selamat atas kejadian lumpur lapindo tersebut, mereka tinggal di
pengungsian namun di pengungisan tersebut mereka tidak mendapatkan fasilitas
yang selayaknya sepertihalnya saja fasilitas kesehatan dan pangan, serta ganti
rugi atas kejadian tersebut yang di janjikan oleh pihak PT Lapindo Brantas mereka juga tidak mendapatkan ganti rugi yang
sepenuhnya atas hak mereka. Sungguh sangat miris sekali di luar sana banyak
masyarakat yang masih susah hidupnya khususnya bagi masyarakat sidoarjo yang
terkena semburan lumpur lapindo, seharusnya pihak PT Lapindo Berantas segera
bertanggung jawab atas kejadian ini dan memenuhi hak semua masyarakat sidoarjo
sepertiahalnya saja hak atas ganti rugi, hak atas kesehatan, hak atas
pendidikan, hak atas pekerjaan dan lain-lain. Dan seharusnya pula pemerintah
tidak menutup mata dan telingganya atas kasus lumpur lapindo ini. Dan bagi
pihak PT Lapindo Berantas serta pemerintah harusnya bekerjasama untuk mengatasi
kasus tersebut, jangan hanya memrikirkan diri sendiri dan memikirkan keperluan
sendri saja, tapi harus memikirkan masyarakat yang masih kesusahan, khususnya
untuk masyarakat korban lumpur lapindo.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar